Senin, 11 Januari 2010

Sumpit

“Apa yang telah disatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia”.

Ini adalah salah satu kata yang selalu ada dalam pernikahan gereja katolik.

Kata ini mengisyaratkan agar perkawinan itu dijaga sampai langgeng dan
hanya Allah sendiri yang berhak memisahkan perkawinan itu serta manusia
tidak punya kuasa untuk mengakhiri perkawianan dengan alasan apapun
kecuali alasan yang disepakati oleh mereka yang memiliki “wewenang” yang
mewakili kekuasaan dan keberadaan Allah di dunia ini.

Dan diharapkan dari kebersamaan itu banyak hal boleh dilakukan bersama
demi kebaikan bersama pula.

Beberapa hari yang lalu, sewaktu saya makan disebuah restoran yang cukup
terkenal di Bali ini, saya memiliki sedikit pengalaman yang saya rasa
bagus dan saya ingin membagikan pengalaman itu kepada Anda yang bersedia
membaca tulisan ini.

Sewaktu semua hidangan sudah disiapkan, saya meminta sumpit pada pelayan
dan ada teman yang bilang,”bruder ini sok chinese, kita yang chinese saja
gak minta sumpit kok bruder gaya minta sumpit”.

Saya menjawab pernyataan teman itu dengan santai,” inilah saya, aneh
kan???. Mungkin saya dulu pernah dilahirkan sebagai orang chinese karena
teman saya kebanyakan chinese dan suka makan pakai sumpit seeprti orang
chinese”.

Jawab teman,” ya chinese gosong dan gak punya toko”.

Spontan kami tertawa dengan kaliamt salah satu teman itu.

Memang pas makan ini kami ada 6 orang dan yang item dan jawa hanya saya
sendiri dan yang lain kebetulan chinese semua.

Sambung saya sambil makan,” mengapa saya pakai sumpit, sumpit ini saya
pakai untuk mengambil saja karena dengan supit ini saya hanya bisa
mengambil satu lauk atau apa dan tidak bisa banyak dan kalau banyak akan
lepas, dengan ini saya merasa mengambil tidak akan berlebihan dan hanay
cukup satu untuk saya dan dengan hal ini keadilah akan ada dalam
kebersamaan”.

Sambing teman,”nyindir nich??”.
Sambung saya,” he he he he, begitu juga boleh”.

Tambah saya,” disamping itu, Sumpit ini memiliki makna yang kuat dan dalam
bagi saya”.

Sambung salah satu teman,” apa makna sumpit itu bagi bruder?”.

Jawab saya,” banyak, disamping keadilan, ketidakserakahan, keharonisan
dan keindahan, ada lagi yang terdalam bagi saya adalah relasi yang
membangun dalam keberadan sumpit ini”.

Lalu saya menjelaskan makna sumpit itu kepada teman-teman menurut
pandangan saya.

Ingatlah pada saat menghadiri perkawinan ada kalimat apa yang dipersatukan
oleh Allah jangan diceraikan oleh manusia.
Ini sama dengan sumpit ini.

Sumpit ini telah disatukan dalam satu plastik dan dibugnkis jadi satu oleh
pabriknya (kebetulan sumpit yang dipakai adalah sumpit yang dimasukan jadi
satu dalam kertas).

Jadi penggunaan sumpit ini harus sepasang dan mereka tidak boleh dipisahkan.

Jika dipisahkan maka mereka tidak akan mampu melakukan banyak hal dan
fungsi sumpit menjadi hilang, Ini sama dengan keluarga.

Mereka harus selalu bersatu dalam kebersamaan untuk melakukan tindakan
dalam hidup ini, mereka harus bisa bekerja sama dan bekerja bersama.

Bekerja sama berarti mereka bisa koordinasi dengan baik dan kekerja
bersama adalah dalam relasi yang berdekatan.

Jika dalam kelaurga bisa bekerja sama dan bekerja bersama maka saya yakin
kelaurga itu akan elbih baik dalam penghidupan dan kebersmaannya, jika
mereka tidak mampu bekerja sama dan bekerja bersama maka akibatnya kita
bisa memperdiksi dan membayangkan apa ayng akan terjadi.

Jadi dalam keluarga, prinsipnya hampir sama dengan sumpit ini dimana
makna seperti keluarga yang diharapkan selalu berelasi mesra dalam suka
dan duka untuk melakukan “pekerjaan” kehidupan ini dengan bekerja sama dan
bekerja bersama.

Mereka tidak boleh dipisahkan ikatan kelaurga.

Jadi saya suka pakai sumpit untuk mengingatkan kebersamaan dalam kehidupan
ini.

Disamping makna keluarga,
Bagi saya juga ada makna kebersamaan saya dengan Alllah.

Saya harus selalu berelasi dekat dengan Allah untuk melakukan pekerjaan
yang saya lakukan karena saya tidak mampu melakukan pekerjaan apapun
dengan hasil baik tanpa campur tangan Allah dalam hidup saya demikianjuga
Allah tidak akan memiliki “fungsi” kalau manusia atau saya tidak mau
menganggap keberadaanNya dalam hidup ini.

Maka ada istilah matiNya Tuhan.

Ini karena manusia tidak lagi memandang keberadaan Allah.

Allah tidak mati, tapi manusia mematikan keberadaan Allah dalam dirinya.

Dengan menyadari keberadaan dan relasi dengan Allah dan juga relasi dalam
keluarga seperti keberadaan sumpit ini, hidup menjadi lebih baik karena
suka dan duka selalu dikerjakan dalam kebersamaan dan ini akan menjadikan
kebersamaan menjadi lebih baik.

Kesadaran kalau hidup tidak akan mampu melakukan banyak hal tanpa
kebersamaan akan menyadarkan funsi dari peran kita baik dengan Allah
maupaun kebersamaan dalam kelaurga.


Jika setiap orang mau hidup bersama seperti sumpit ini dalam keluarga
maka dapat dipastikan keluarga akan bisa lebih lenggeng dan kebersamaan
mereka lebih baik karena mereka akan semakin tumbuh dalam keprecayaan,
keharmoinisan, keadilah dan cinta kasih.

Jadi apa yang telah disatukan oleh Allah memang “kalau bisa” jangan
dipisahkan oleh manusia.

Jadi dalam sumpit ini ada gambaran dari kebersaman dan apa yang dapat
dilakukan dalan kebrsamaan itu.

Duduklah makan dengan sumpit, pahami funsgi sumpit itu dan bawalah prinsip
kerja sumpit itu dalam keluaga dan relasi Anda dengan Allah.

Salamdalam kebersaman membangun dunia dengan melakukan mau sedikit
belajar dari yang namanya sumpit.

Kita tidak mampu melakuakn apa-apa tanpa kebersamaan itu terutama
kebersamaan dengan Allah untuk membangun kelaurga dan dunia ini.

Ingatlah dalam sumpit itu ada keadilah, kebersaman, keharminisan,
keindahan dan yang utama adalah ada cinta yang saling membangun dan
menumbuhkan menajdi pribadi yang saling melengkapi.
petrusp.