Kamis, 05 Juni 2008

Domus Karitatis 1

Ketika Allah menghendaki maka semua bisa berjalan dengan baik dan hasilnyapun sangat menggembirakan.
Rencana Allah sungguh luar biasa mengagumkan.
Saya sebagai pibadi yang lemah bersyukur kepada Allah dan kagum dengan cara kerja Allah yang luar biasa ini.
"Domus Karitatis" sungguh menjadi rumah bagi semua orang.
Di tempat yang saya tinggali, dari sini nama "domus karitatis" ini terbersit dan dari rumah ini pula cinta boleh dimulai dan menyebar menjadi "tumbuhan" yang mengagumkan menyentuh hati banyak orang.
Beberapa hari yang lalu, ketika badan masih capek dan sakit karena baru pulang dari Jakarta, pintu gerbang "diokrek-okrek" seorang Ibu dengan menggendong anaknya.
Saya memang sudah ditelp oleh rekan bahwa saya diminta mengantar Ibu dan anaknya untuk ke rumah sakit dengan beberapa dokter muda di klinik dimana saya tinggal.
Saya persilahkan Ibu itu masuk dan tak berapa lama dua dokter muda klinik kami datang dan langsung mengajak saya untuk ke Rumah Sakit membawa anak itu untuk "sunat" karena tidak bisa kencing.
Saya mengatakan "ok" dan meminta mereka menunggu sebentar karena saya belum mandi.
Setelah mandi kami berangkat ke Rumah Sakit dan dalam perjalanan saya menanyakan kepada rekan dokter itu," siapa yang membayar operasi anak ini nanti?".
Jawab rekan dokter muda itu," Pak tua donk".
"lho, saya tidak diberitahu kalau harus membayar operasi anak ini, saya tidak bawa uang", jawab saya.
"urusan uang minta pak tua, pasti beres", sambung dokter muda itu.
"Siapa yang bilang begitu?", timpal saya.
Dokter-dokter muda itu hanya tertawa tidak memberikan jawaban.
Senyuman yang memberatkan dan menjadi beban bagi "pak tua" seperti yang mereka sebutkan.
Saya menjadi tidak jelas dengan semua yang terjadi ini, lalu saya katakan saya pulang dulu ambil uang karena di dompet saya isinya tinggal beberapa lembar saja.
Syukur kepada Allah karena masih ada beberapa amplop yang saya bawa dari jakarta, Ini adalah amplop uang dari penjualan buku karangan saya beberapa waktu yang lalu.
Jumlahnya lumayan sehingga cukup untuk nambahi biaya sunat anak itu.
Sesampainya di rumah sakit kami, rekan dokter muda itu mengurusi semuanya dan saya menunggu di ruang tunggu dan tak berapa lama dokter muda itu menemui saya dan mengatakan kalau menunggu dokter bedah.
Ternyata dokter bedahnya yang sedang merokok di ruang tunggu dan ngobrol dengan rekannya disamping saya.
Setelah dokter bedah bersedia mengoperasi ternyata yang menjadi masalah adalah tetang "bius" yang mau dipakai untuk anak itu.
Dokter bedah meminta memakai bius total dengan alasan anak ini mengalami "hidrocepalus" dan ada beberapa gangguan pada anak.
Spontan saya menolaknya karena tidak ada alasan pakai bius total untuk anak ini dan yang lebih menjadikan keberatan saya adalah perbedaan biaya bius total dengan bius lokal.
Jika pakai bius lokal biaya Rp.350.000,00 sedangkan bius total biaya Rp 1.750.000,00.
"Memangnya pakai uangnya mbah buyut, enak aja harus bius total", celetuk saya pada dokter itu.
Saya bersikeras memakai bius lokal dan kalau dokternya tidak mau maka tidak jadi operasi atau cari dokter lain atau tukang sunat.
"di jakarta, sunat masal berkali-kali ratusan anak saja gak usah keluar uang masak mau menyunatkan anak sekali saja harus pakai uang jutaan, gak mau kalau tidak pakai bius lokal", tambah saya.
lalu saya meninggalkan dokter muda dengan itu dan menyingkir ke luar karena udah emosi.
Dokter muda klinik kami kelaur dan mengatakan kalau dokternya "ok" pakai bius lokal tetap anak harus dipegangi dan mereka akan mempersiapkan peralatannya.
Saya setuju dan mengatakan "ok".
Lama kami menunggu dan setelah siap operasi "sunat" mulai dilakukan.
Karena saya tidak bisa melihat darah, maka saya tidak ikut disamping anak tetapi berdiri melihat-lihat ruangan Rumah Sakit itu.
Tingkah laku saya ternyata diperhatikan dokter lain di Rumah sakit itu dan mungkin karena dokter itu mangkel dengan saya karena tidak mau pakai bius total dokter itu menegur saya," mas kalau nunggui pasien diluar saja, di ruang tunggu jangan disini".
Tanpa bicara saya meninggalkan tempat dan ke luar bahkan keluar ke halaman rumah sakit.
Dokter-dokter rumah sakit itu mungkin mangkel dengan saya karena saya memakai celana pendek, pakai kaos dan sandal jepit tetapi belagu menentang kehendak dokter yang mau bius total.
Operasi "sunat" itu berjalan agak lama dan setelah selesai kami berkumpul di loket pembayaran.
di loket inilah saya bertanya pada dokter yang sedang duduk di tempat itu,"apakah boleh bekerja sama untuk mengirim pasien rongsen atau periksa darah ke Rumah sakit ini?".
Dokter itu mengatakan," pasien dari mana?".
Jawab saya," dari klinik kami, karena kami punya klinik sosial di dekar Rumah sakit ini dan kami sering mengirim pasien ke Rumah sakit ini".
Dokter yang tadi menyuruh saya keluar mendekati kami dan mendengarkan apa yang kami bicarakan.
Ia kelihatan lain setelah mendengar "kami punya klinik dan sering mengirim pasien ke Rumah sakit ini".
Dokter di loket mengatakan," Bisa saja", dan meminta saya menemui wakil Rumah sakit sebagai penanggung jawab bagian rongsen.
Setelah itu kami membayar dan menebus resep di apotek dimana harga obat lumayan mahal dibanding klinik kami, kami meninggalkan Rumah sakit dan mengantar Ibu dan anaknya itu ke rumahnya.
Ternyata rumah ibu itu cukup jauh dari Klinik dan keadaan rumah cukup memprihatinkan karena hanya terdiri dari satu kamar saja dan inipun dari gedek bambu.
Dalam perjalanan pulang dari rumah ibu dan anaknya yang selesai sunat saya katakan kepada rekan-rekan dokter muda," kalau sudah jadi dokter terkenal jangan seperti dokter rumah sakit tadi ya".
"mengapa pak tua", tanya salah satu dokter muda itu.
"Lha ia mau memeras kita dengan menggunakan bius total sedangkan yang diperlukan hanya bius lokal, kalau tadi kita tidak ngotot pakai bius lokal, apa dia mau memakainya", jawab saya.
dokter itu ingin mendapatkan untung lebih besar dari apa yang dilakukan sedangkan yang dilakukan adalah untuk orang miskin.
"apa tidak kasihan yang miskin", Tambah saya.
Yang pasti orang miskin tidak akan bisa berbicara kalau sudah berhadapan dengan mereka yang dianggap lebih mampu apalagi dokter spesialis.
Mereka hanya akan mengatakan "Ngih pak dokter" dan kalau tidak punya uang ya hutang agar pengobatan bisa dilakukan atau malah pulang dan tidak jadi diobati.
Orang kecil tidak punya argumen apa-apa kecuali "Ngih" atau pulang tidak jadi berobat karena tidak punya uang.
Keadaan menjadi tidak menguntungkan bagi mereka yang kecil dan miskin.
Syukur tadi kita yang mengantar ibu dan anaknya itu ke rumah sakit, kalau sendiri apa tidak pulang sambil menangis?
Inilah dunia selalu tidak adil bagi yang kecil dan miskin .
Ketidakadilah semakin nyata dengan perilaku mereka yang memiliki kuasa dan kemampuan lebih atau mereka yang memegang kekuasaan.
Seperti dokter spesialis bedah di rumah sakit itu.
Keadaan akan semakin parah kalau keadaan ini terus terjadi di negeri yang sedang "menderita" ini.
Orang kecil tidak punya ruang lingkup dan pembelaan karena mereka tidak mampu membela.
Sekali lagi syukurlah ibu itu datang ke klinik sehingga boleh memiliki pembela dan boleh mendapatkan pelayanan lebih baik hingga anaknya yang menderita masih diperhatikan dengan disunat karena tidak bisa kencing sehingga penderitaan anak itu bisa sedikit dikurangi.
Syukur pula kepada Allah klinik boleh menjadi Domus Karitatis bagi mereka aygn membutuhkan bantuan dan pertolongan.
Rumah sederhana yang bernama "domus Karitatis" ini sungguh akan bisa berkembang dengan keberadaan orang yang memiliki hati dan mau terlibat didalamnya termasuk semua orang yang mau menjadi bagian didalamnya, termasuk Anda.
Domus Karitatis adalah sebauh "obat" dan "Sumber" kehidupan bagi dunia saat ini yang memang sedang mengalami kekeringan cinta.
Semoga dari Rumah bernama "domus karitais" ini cinta boleh berkembang dan keadilan bisa bertumbuh sehingga semua orang yang memeasukinya memiliki ruang lingkup untuk bergerak ke arah yang lebih baik.
Domus karitatis boleh menjadi rumah semua orang termasuk Anda yang memiliki hati bagi kehidupan ini.
Anda semua diharapkan mau menjadi pembela dan memiliki kepedulian dengan dunia karena Anda memiliki kemampuan untuk menjadi sahabat dan patner mereka yang membutuhkan bantuan.
Dunia membutuhkan kerelaan hati Anda untuk terlibat,
Dunia mengharapkan Anda sungguh mencintainya.
Dunia memimpikan Anda menjadi bintang kebaikan di dalamnya.
Dunia sangat menenatikan kehadiran Anda yang mau berpihak padanya terutama keperpihakan kepada yang membutuhkan.
Dunia membutuhkan Anda seperti yang diharapkan Tuhan sewaktu menciptakan Anda.
Semoga kehadiran rumah ini sungguh bukan hanya impian dan angan-angan belaka tetapi boleh melakukan sedikit perbuatan baik untuk memperbaharui dunia.
Salam dalam cinta membangun dunia baru dalam rumah sederhana bernama "domuskaritatis.blokspot.com".
petrusp