Selasa, 10 Februari 2009

Flag this message Jalan kegembiraan 4

Lakukan segala hal dalam kesadaran penuh cinta untuk semakin memulikan
nama Allah dan semakin memberikan kegembiraan kepada kehidupan ini.
Sungguh melalui kesadaran untuk memberikan kebaikan pada kehidupan ini
akan mampu menyapa mereka terutama mereka yang membutuhkan peneguhan dari
kehadiran kita.
Allah dalam diri pribadi bernama Yesus telah bersungguh-sungguh datang ke
dunia untuk hidup kita dan kesungguhan Allah dalam cinta itu sekarang
diwariskan kepada kita agar kita juga melakukan hal yang sama seperti yang
telah Dia lakukannya.
Sekali lagi, kesungguhan dalam bertindak untuk menyapa orang lain terutama
mereka yang membutuhkan peneguhan dari kehadiran kita akan mengubah dunia
menjadi elbih baik dan mengembirakan.
Kemarin sore pada saat klinik praktek, seperti biasa saya bertugas
membagikan obat kepada pasien setelah mereka diperiksa oleh dokter.
Saya secara spontan selalu menyertakan kalimat sederhana kepada mereka
yang menerima obat itu yaitu kalimat,” Semoga cepat sembuh ya”.
Kalimat ini sangat sederhana namun ternyata membuat iri bagi orang yang
tidak disapa dengan kalimat itu.
Pada saat seorang ibu menerima obt dan saya lupa mengucapkan kalimat,
“semoga cepat sembuh”.
Ibu itu berbicara,” Pak Dokter, kok saya tidak dibilangi semoga cepat
sembuh, kan saya juga pingin sembuh”.
Sontak saya kaget dan tidak bisa bilang apa-apa.
Lalu saya bilang pada ibu itu,”semoga cepat sembuh ya Bu, maaf saya lupa”.
Ibu itu menjawab,”terima kasih pak dokter saya diperlakukan sama dengan
yang lain”.
Lalu ibu itu pulang dan saya bercerita kejadian itu dengan perawat yang
ada di ruang obat.
Perawat itu bilang,” makanya bruder jangan lupa mengatakan kalimat semoga
cepat sembuh itu karena kaliamt itu adalah obat yang manjur bagi pasien”.
Saya tidak pernah menyangka kalau kalimat yang biasa saya ucapkan setelah
memberi obat itu menjadi daya tarik tersendiri bagi pasien dan kalimat itu
berguna bagi mereka.
Mereka merasa “diorangkan” dan disapa secara pribadi dengan kalimat itu.
Kekuatan kalimat itu ternyata sangat besar bagi pasien yang berobat
diklinik kami.
Bahkan kebiasaan memegang kepala anak-anak setelah memberikan obat juga
menjadi hal istimewa dimana anak-anak itu menjadi dekat dengan saya.
Mereka kelihatan bahagia ketika kepala dipegang dan bahkan ada ibu yang
malah meminta saya memberkati anaknya sewaktu berobat agar cepat sembuh.
Luar baisa.
Hal yang kecil yang biasa dilakukan tanpa “kesadaran” ternyata mengandung
makna yang sangup menyentuh kehidupan orang yang membutuhkan dukungan.
Kehadiran dan sapaan itu ternyata sangat berdaya guna bagi kehidupan ini.
Orang kecil memang membutuhkan “banyak” perhatian yang memanusiakan mereka.
Berbeda dengan mereka yang merasa hidup sudah “mumpuni” mereka kadang
menyepelekan hal-hal kecil itu dan cuek, disapa atau tidak disapa dengan
kalimat semoga cepat sembuh tidak jadi masalah karena kalimat itu tidak
mengubah keadaan karena obat yang diterima adalah yang terpenting
sedangkan sapaan tidak berdaya guna.
Pantalah Kristus selalu memberikan sapaan istimewa kepada orang –orang
disekitarnya.
Sapaan sahabat, Aku datang untuk domba yang hilang, berbahagilah mereka
yang…., dan banyak sapaan lain yang dikhususkan untuk mereka yang
dipandangNya ada “dibawah” yang tidak diperhatikan dunia.
Sapaan Kristus ini adalah peneguhan atas kehadiranNya untuk mereka yang
kadang tidak diperhitungkan oleh dunia.
Siapa yang peduli dengan orang kecil ?
Memang banyak yang peduli tetapi bagiaman kepedulian mereka ?
Kepedulian itu kadang dengan hadir sebagai “majikan” dan orang “besar”
yang memiliki kekuatan untuk memberi sehingga kehadirannya malah ingin
diperhatikan dan diberi tempat yang lebih istimewa.
Yesus memberi keteladanan bahwa kehadiraNya adalah untuk mereka dan Ia
menempatkan diri sebagai orang yang sama dengan yang dikunjungiNya,.
Ia tidak menempatkan diri pada posisi diatas yang harus diperhatikan dan
dinomorsatukan namun pada posisi sederajat yang mengangkat martabat mereka
yang “didatanginya”
Warisan kerendahan hati Yesus inilah yang diwariskan kepada kita.
Warisan yang hebat namun banyak dilupakan dan ditolah terutama oleh mereka
yang telah merasa “mumpuni” dan “berkekusaan” diatas yang lain.
Hadir dalam kesetaraan dengan memberikan sapaan yang mengangkat martabat
mereka yang membutuhkan lebih memiliki daya guna dan efek yang luar biasa.
Sapaan yang mengangkat martabat itulah yang memberikan kelegaan kepada
mereka yang membutuhkan.
Sungguh panggilan ini saat ini diberikan kepada kita sebagai utusan dan
duta cinta Allah sendiri kepada dunia ini.
Panggilan ini akan menjadi lebih nyata adalah ketika mereka yang memiliki
“posisi” lebih, berani untuk mengambil tempat yang sama dengan mereka yang
dilayani.
Sayang hal ini sulit sekali ada dan ditemukan.
Bahkan dalam gerejapun kadang hal ini sudah “dilupakan”,
Saya melihat dalam acara-acara “besar’ mereka yang memiliki uang dan
bertindak sebagai donatur kakap selalu ditempatkan pada posisi istimewa
dekat dengan acara-acara sedangkan mereka yang dianggab orang biasa
apalagi orang “gembelan” ditempatkan pada posisi yang jauh dari pusat
acara.
Dalam acara yang “metahbiskan” seorang gembalapun kadang diatur sedemikian
rupa menurut peran dan “donasinya”.
Yang membantu banyak bisa masuk kedalam gereja dan di kursi yang dekat
dengan sang gembala tertahbis dan yang “kroco-kroco” diluar cukup menonton
layar televisi atau layar kain yang dibentangkan dengan cahaya LCD.
Dimana keperpihakan itu ?
Ini memang hal dilematis namun sungguh ada dan terjadi.
Mereka yang “kroco” berjubel dan mereka yang “kakap” diistimewakan dengan
banyak “kenyamanan”.
Peran dari sapaan kepada mereka yang kecil semakin jauh dan ditinggalkan.
Saya yakin Yesus memilih duduk bersama “kroco-kroco” itu dibanding duduk
dengan “kakap-kakap” dalam setiap acara kebesaran gereja, karena Yesus
menyadari kalau IA adalah “kroco” dan dia hadir ke dunai memang sebagai
“kroco” yang hadir di kandang dan mati di salib dengan hanya memiliki
sepotong kain lampin yang menghangatkan diriNya.
Sapaan dan keperpihakan yang mengharukan dari seorang pribadi yang tak
lain adalah Allah sang penguasa alam semesta dan surga.
Keteladanan Yesus ini pernah nyata ada dalam diri seorang uskup di Amerika
latin yaitu Mgr Romero.
Beliau pernah bilang,” saya akan meninggalkan sidang-sidang dan kehadiran
para imam kalau ada oang kecil datang dari pedusunan untuk bertemu dengan
saya, Alasanya orang kecil dari pedusunan itu datang dengan berjalan kaki
sedangkan para imam bisa naik mobil atau bis untuk bertemu dengan saya
maupun pertemuan-pertemuan”.
Inilah keteladanan keperpiahkan kepada yang kecil,
Memanusiakan mereka yang kecil dan kadang dipandang bukan “manusia”.
Sapaan secara “khusus” kepada yang kecil dengan meninggalkan sidang dan
para imam demi orang kecil.
Kehadiran yang demikian inilah yang harus menjadi warisan pada kita yang
mengatas namakan diri sebagai anak-anak Allah yang adalah Allahnya orang
kecil dan berdosa.
Dari sapaan yang sederhana dan kehadiran yang berpihak pada yang kecil,
gereja semakin eksis dan berdiri pada tiang-tiang perutusannya sebagai
“IBU”.
Panggilan sebagai Ibu adalah melindungi, mengurus dan mencukupi kebutuhan
anak-anaknya terutama kebutuhan yang bersifat rohaniah.
Semoga kita boleh seperti Mgr Romero yang telah meneladankan diri sebagai
gembala yang dipilih oleh Yesus sendiri sebagai wakil kehadiranNya di
dunia dengan keberanian menyapa mereka dengan ketulusan hati dan kehadiran
yang total untuk orang kecil.
Keperpihakan Mgr Romero adalah keperihakan akan cinta kepada mekreka yang
kecil dan tertindas yang sudah dilupakan oleh dunia ini.
Kita memang tidak akan sanggup menyapa dan melakukan hal besar sendirian
namun dengan bergandeng tangan dan berusaha memanusiakan mereka yang
membutuhkan bantuan dengan menyapa secara penuh cinta akan dapat mengubah
dunia menjadi labih baik yaitu dunia yang dipenuhi oleh cinta dan
keperpihakan kepada mereka yang dilupakan,.
Salam dalam keberanian memberikan sapaan kepada kehidupan ini.
Dan saya memberikan sapan khusus untuk Sampeyan,”semoga Allah memberkati
hidup, keluaga dan usaha sampeyan sehingga semua menghasilkan buah yang
berlipah.
Salam dalam cinta membangun dunia baru dalam cinta untuk memanusiakan dan
menjunjung tinggi martabat semua orang sebagai saudar.
Hiduplah seperti “toilet” ia tidak pernah membedakan siapa yang
mengunjunginya untuk melepaskan “kepenatan” yaitu kecing.
Ia tidak membedakan suku, ras, agama, buaya , keuangan, warna kulit
ataupan bentuk fisik.
Ia menerima semua dengan kerelaan hati dan menyapa setiap oring dengan
“mulut” terbuka agar orang dapat melepaskan “kepenatan” disana.
Ia tidak protes karena yang mengunjuni adalah orang hitam, kecil dan
cendering jelek dan ingin dikunjuni orang yang ganteng, kaya dan hebat.
Ia menerima dengan cinta dan menyapa dengan mesra, “silahkan datang padaku
yang letih menangung beban berat untuk kencing disini, aku siap menerima
anda sepenuh bentuk saya sebagai toilet”.
Salam dalam cinta membangun dunia baru.
Petrusp.