Selasa, 21 April 2009

Jalan kegembiraan 9

"Berilah aku yang terbaik".
Setiap orang dalam hidupnya pasti pernah merindukan apa yang terbaik bahkan kalau bisa yang terbaik itu tidak pernah berpindah tangan dan terus menyertai perjalanan hidupnya.
Dalam pertandingan olah raga dan kejuaran apapun, orang pasti ingin menjadi yang terbaik dengan menjedi juara dan kalau bisa juara pertama sehingga sorak sorai dan pengakuan dapat diperoleh serta kebangganan menjadi kepuasan dalam seluruh rangkaian kejuaraan itu.
Tak ada yang dalam pertandingan memiliki harapan,"bairlah aku mendapatkan yang terburuk saja".
Jika hal itu ada pastilah ini adalah orang yang kurang "waras" dan mungkin bisa dibilang orang gila.
Bahkan dalam pesta demokrasi yang baru saja selesai di negeri ini semua partai dan caleg ingin menjadi yang terbaik dan bisa melenggang ke kursi dewan yang terhormat.
Perjuangan meraih yang terbaik itu diikuti dengan berbagai cara dan pengorbanan yang tidak sedikit baik moril maupun material bahkan sampai ada yang berani hutang untuk meraih yang terbaik itu
Namun sayang banyak yang tidak siap untuk kalah dan akhirnya menjadi "gila" karena tidak dapat meraih yang terbaik itu.
Mental untuk mendapatkan yang terbaik dan tidak siap menjadi yang terburuk telah mendarah daging dalam kehidupan ini.
Ini tidak salah namun kurang tepat dalam sebuah kompetisi terutama kompetisi kehidupan.
Seharusnya orang disamping ingin menjadi yang terbaik dan mendapatkan yang terbaik orang juga siap untuk kalah dan menjadi yang terakhir dalam setiap pertandingan.
Yang pasti orang harus siap menerima resiko yang paling buruk dari setiap kompetisi.
Beberapa hari yang lalu saya dengan harapan besar pergi ke kota Malang untuk bertemu dengan kawan lama yang sudah setahun lebih tidak bertemu.
Kawan itu sakit dan saya diajak oleh rekan lain untuk menjenguk.
Sebenarnya saya berat sekali bertemu dengan kawan ini karena ia telah menyebabkan "penderitaan" dan "luka hati" yang sangat dalam pada hidup saya.
Namun rekan yang mengajak mengatakan perjumpaan ini penting untuk rekonsiliasi dan sekaligus menyambung tali persaudaraaan.
Akhirnya setelah mengurus beberapa urusan rumah termasuk berkaitan dengan orang yang meninggal. Jam 4 sore saya memutuskan untuk berangkat.
Syukur kepada Allah ada tiket pesawat jam 7 pagi ke Surabaya dan ada travel menuju kota Malang.
Perjalanan berjalan dengan lancar dan saya bersama rekan yang mengajak itu akhirnya bertemu di temapt yang telah disetujui dserta bersama-sama menuju rumah rekan yang sedang sakit itu.
Sesampainya di rumah rekan yang sakit itu, saya tidak mau bertemu bersama dengan rekan yang mengajak itu tetapi saya belakangan saja dengan mengatakan kalau lebih baik rekan yang mengajak itu menyampaikan apakan rekan yang sakit itu mau bertemu dengan saya atau tidak.
Lama saya menunggu di ruang tamu luar akan rekan yang mengajak saya tapi kok lama sekali mereka tidak keluar memanggil saya.
Sewaktu saya menunggu itu, "sekretaris" dari rekan yang sakit itu menelepon dan oleh pekerja rumah itu dikatakan kalau sekretaris itu ingin bicara dengan saya.
Tentu saya terima telp itu, eh ternyata kalimat yang keluar dari telepon itu sangat mengejutkan," ngapain kamu disitu? ada urusan apa? kurang ajar sekali kemu berani datang? jangan sekali-kali ketemu dengan..............(menyebut nama rekan yang sakit)".
Saya tidak kuat dengan kalimat yang keluar dari mulut sekretaris rekan yang sakit itu dan saya lari keluar menuju mobil yang mengantar kami.
Namun sopir tidak ada dan saya pergi menjauh dari rumah rekan yang sakit itu.
Tak berapa lama rekan-rekan yang mengajak saya bertemu rekan yang sakit itu keluar dan mengatakan," kamu darimana?,...............(menyebut nama rekan yang sakit) ingin bertemu dengan bruder".
Saya bercerita dengan mereka akan perisitwa yang terjadi sewaktu mereka bertemu dengan rekan yang sakit itu.
Sewaktu kami mau naik mobil, sekretaris rekan yang sakit itu datang dan langsung masuk kedalam rumah tidak menghiraukan kami dengan wajah yang "amburadul".
Rekan yang mengajak saya mengatakan," .............(menyebut nama rekan yang sakit) ingin bertemu besok pagi karena tadi bruder dicari tidak ada".
"Ok", jawab saya dengan teringat perlakuan yang saya terima dari sekretaris rekan yang sakit itu.
Rekan-rekan menghibur saya dengan mengatakan,"jangan sakit hati bairlah ia bertindak begitu karena ia tidak tahu kalau kita sudah janjian".
Akhirnya sewaktu kami makan siang sekretaris itu menelepon saya dan mengatakan kalau bisa sore saja bertemu dengan rekan yang sakit itu dengan nada suara yang lembut dan menandakan kalau ia menyesal dengan perlakuan yang telah dilakukan baru saja.
Sorenya saya diantar oleh rekan yang mengajak bertemu dengan rekan yang sakit itu dan terjadilah perjumpaan yang mengharukan.
Rekan yang sakit itu memeluk saya dan mencium saya dan saya tak kuasa menahan air mata.
Luar biasa, orang ini yang membuat penderitaan boleh bertemu dengan kehariuan sebagai sahabat dan kami berbincang kurang lebih 20 menit dan perbincangan kami berkaitan dengan kesehatan rekan itu dimana ia yang telah berusia 90an tahun dan penyakitnya yang semakin paran.
Inilah kehidupan ini.
Bukan selalu yang terbaik yang akan didapatkan.
Untuk meraih yang terbaik orang harus melalui banyak hal yang tidak baik dan kadang menyakitkan.
Tak jarang apa yang didapatkan jauh dari apa yang diharapkan.
Penderitaan, penolakan, kebencian, dan segala hal yang tidak baik akan diperoleh dalam perjalanan mencapai yang terbaik itu.
Maka hidup harus memiliki kesiapan untuk menerima apapun yang terjadi baik kekalahan maupaun penolakan.
Maka hanya dengan kerendahan hari orang boleh tetap melakukan kesetiaan mencapai apa yang diingikan yaitu apa yang terbaik itu.
Andaikan saya berkeras kepala, saya bisa saja meninggalkan rumah rekan yang sakit itu dan kembali ke rumah saya.
Untuk apa saya datang jauh-juah mengunjungi ia yang menyebabkan penderitaan dan sakit hati bahkan saya harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit tetapi memperoleh perlakuan yang sangat "menyedihkan" itu.
Apakah layak pengorbanan itu dibalas dengan perlakuan yang demikian itu?????
Jawabanya adalah "layak" karena dengan hal demikian orang menjadi memiliki rasa mawas diri akan hidup dan boleh memiliki kerendahan hati
Dengan kerendahan hati semua dapat diperoleh demi kebaikan dan pegengalaman penolakan menjadi berkat yang laur biasa karena akhirnya rekonsiliasi terjadi dan awal hidup baru boleh kembali dimulai tanpa dendam dan rasa sakit hati.
Kunci dari hal itu adalah sekali lagi kerendahan hati dan kesediaan untuk mengampuni.
Memang kerendahan hati ini tidak mudah karena selalu harus berani dibawah untuk "seolah sinjak-injak" tidak dihargai bakan seolah kalah dari pertandingan.
Dan pengapunan adalah "pil" pahit yang harus ditelan untuk menawarkan rasa sakit hati dan penderitaan.
Memang dengan perjumpaan itu masalah belum selesai tetapi setidaknya ada awal yang baik yaitu rekonsiliasi pertemuan dua teman yang telah lama berpisah dengn luka hati masing-masing.
Awal baru akan menjadikan hal yang terbaik walaupun yang terbaik itu kadang berbeda dengan apa yang diharapkan.
Sungguh mencapai jalan kegembiraan mencapai yang terbaik ini tidak mudah.
Namun dengan perjaungan, kerendahan hati dan kesabaran semua akan didapatkan.
Jalan itu terbentang lebar dan yang terbaik itu akan dapat diraih oleh mereka yang mau terus dan terus memperjuangkannya tanpa harus malu menerima resiko yang paling buruk dalam setiap perjuangan itu.
Dengan kesiapan resiko yang terbutuk orang akan lebih mantap dan siap dalam pertandingan berikutnya dan keberhasilan yang terbaik dapat diperoleh.
Selamat hidup dalam kerendahan hati untuk tetap siap menerima resiko yang terburuk untuk meraih yang terbaik.
"Berilah aku yang terbaik, namun jika Allah menghendaki yang terburuk akupun siap menerima karena kehendak Allah adalah sebenarnya yang terbaik"
Ya yang terbaik akan diberikan namun setelah perjuangan dalam kemampuan menrrima yang terburuk.
Ingat perjaungan dan perjalanan hidup masih panjang jadi yang terbaik itu pasti masih ada kesemaptan dan akan datang pada kita setidaknya sewaktu hidup boleh bersatu dengan Tuhan pencipta kita.
Salam dalam perjuangan mencapai yang terbaik dalam hidup dengan penuh kerendahan hati dan kesiapan menerima yang terburuk.
petrusp.